Mataram,—Eg@liter
Mah’ad Aljami’ah masih belum menemukan status dan mekanisme pengelolaan yang
efektif di bawah Organisasi Tata Kerja (Orteker) IAIN
Mataram.
Pendanaannya pun masih numpang karena tidak memiliki
induk dan struktur yang jelas.
Kepala
Sub Bagian (Kasubag) keuangan Sanusi,S.Sos.I menjelaskan, karena
Ma’had baru dibuka
selama 3 tahun menjadi salah satu penyebab sistem pendanaannya
belum secara
utuh atau secara khusus. Untuk saat ini tambahnya, urusan pendaanaan Ma’ahad Ali al-Jami’ah masih
berada di bawah lembaga pengembangan pemberdayaan
masyarakat (LP2M). “Mah’ad belum punya induk sendiri”, ungkap Sanusi.
Ditambahkannya,
untuk masalah pengelolaan belum bisa dilaksakan seperti sistem pengelolaan ma’had di Universitas
Islam Negeri (UIN) Malang atau Surabaya. Diceritakannya, di sana
Ma’ahad yang dibangun sudah memiliki menkulator
sendiri. Saat ini, gedung Mah’ad al-Jami’ah akan dimanfaatkan menjadi pusat
pembelajaran. “Tapi karena saat ini mahasiswa Ma’ahad terdiri dari
putra dan putri jadi kita pisahkan.
perempuan di
Mah’ad al-Jami’ah dan laki-laki di Rusunawa.”
Sanusi
menambahkan bahwa RUSUNAWA (Rumah Susun Sewa) dibangun oleh KEMENPERA (Kementrian Perumahan Rakyat) melalui proses pengajuan proposal yang diajukan oleh
IAIN Mataram. Dari proposal tersebut Kemenpera menyetui pembangunan rusunawa di
IAIN Mataram. “Jadi Kemenpera meminta IAIN Mataram menggunakan fasilitas
Rusunawa tersebut,” ungkapnya.
Meski
sampai saat ini, lanjut Sanusi, belum ada serah terima secara tertulis antara
Kemenpera dengan pihak IAIN Mataram. Hal tersebut disebabkan karena IAIN
Mataram sampai saat ini belum melengkapi persyaratan sesuai dengan aturan yang
berlaku. “Sampai hari ini kami belum melakukan serah terima karena masih ada
persyaratan yang belum diserahkan,” Imbuhnya.
Selain
itu, kewenangan Kementerian Perumahan Rakyat saat ini sudah diambil alih oleh
Kementerian PU. Sementara Kementerian PU belum menyusun aturan dan mekanisme
yang jelas mengenai proses serah terima Rusunawa. “Sekarang
Kemenpera sudah melebur ke Kementerian PU. Akan tetapi aturan tersebut belum jelas, secara
ilustrasi saja” Terangnya.
Pengelolaan Ma’had Ali al-Jami’ah
Menurut
Sanusi, prosedur pengelolaan Ma’had Ali al-Jami’ah menggunakan anggaran
operasional yang diambil dari LP2M dan
mahasiswa yang tinggal di Rusunawa. Anggaran tersebut berasal dari mahasiswa
sebesar 5-10%, sisanya berasal dari LP2M sebesar 90%.
Bagi
mahasiswa IAIN Mataram yang tinggal di Rusunawa dikenakan tarif sebesar Rp.
1.500.000 tiap tahun. Badan pengelola Ma’had Ali al-Jami’ah mengelompokkan
mekanisme pembayaran antara mahasiswa Bidik Misi dan Non Bidik Misi. Bagi
mahasiswa Bidik Misi tidak membayar secara langsung, melainkan dipotong dari
anggaran Bidik Misi tiap tahunnya. “Pada dasarnya semua
memberi kontribusi Rp1.500.000 tiap tahun” Jelasnya.
Pengelola
Ma’had al-Jami’ah mewajibkan bagi mahasiswa Bidik Misi untuk tinggal di
Rusunawa dan mengikuti program dan aturan yang telah ditetapkan pengurus.
Menurut Sanusi, jika mahasiswa Bidik Misi tidak menempati Rusunawa maka akan
mendapat teguran dan sanksi. Menurutnya, di Rusunawa mahasiswa didik untuk
menguasai kitab klasik dan tiga bahasa. “Di Ma’had Mahasiswa Bidik Misi dibekali
oleh dosen-dosen senior, sedangkan Mudabbir
sebagai asisten dosen,” Terangnya.
Sedangkan
bagi mahasiswa Non Bidik Misi diberikan tenggang waktu selama satu tahun untuk
tinggal di rusunawa. Mahasiswa Non Bidik Misi diberikan waktu lebih dari satu
tahun dengan catatan mendapat rekomendasi dari pengelola yang dinilai dari prestasi dan kontribusi mahasiswa tersebut bagi IAIN Mataram.
Dari itu LP2M membiayai biaya operasional Ma’had Ali al-Jami’ah karena system
pengelolaannya belum jelas. “Semua biaya operasional ssebagian besar ditanggung
oleh LP2M” tegasnya. [Team Egaliter]

0 Response to " STATUS MA’AHAD ALI DIPERTANYAKAN "
Posting Komentar